Efek Rumah Kaca dikenal sebagai band yang vokal menyuarakan kritik dan menangkap fenomena sosial lewat lagu-lagunya. Isu yang diangkat pun beragam, mulai dari pembunuhan aktivis HAM, Munir lewat 'Di Udara' hingga hilangnya para aktivis 1998 lewat 'Hilang', dan lain-lain. Dalam diskusi 'Musik dan Aktivisme: Lirik, Lupa, dan Luka', drummer Efek Rumah Kaca (ERK), Akbar Bagus Sudibyo, menerangkan bagaimana bandnya menangkap hal-hal yang terjadi di sekitar mereka lalu dituangkan dalam lagu. "Yang pasti kalau di Efek Rumah Kaca kami natural saja. Hidup pasti ngalamin enak dan nggak enak, karena kami musisi dan tugas kami adalah bermusik, akhirnya kami menyalurkan kegelisahan kami lewat musik," cerita Akbar dalam diskusi yang berlangsung di Kios Ojo Keos, Lebak Bulus, Jakarta Selatan pada Rabu (13/2/2019) malam. Akbar mencontohkan, lagu 'Di Udara' berangkat dari pengalaman Cholil Mahmud menonton sebuah film dokumenter...
Kita hanyalah sekedar keterpaksaan yg tidak memiliki hak atas rasa arti hati dalam sebuah tingkat tujuan besar. Yang kita pertaruhkan bersama perjuangan yang murni sejati. Aku hanyalah pelajar hidup yang tidak bernilai dan drajatku lebih rendah dari kotoran hewan. Jika perkenalan kita hanya paksaan alam lalu kenapa kita di pertemukan? Alam pasti mempunyai alasan yg jelas dan bernilai kuat terhadap takdir yang telah mempertemuan keindahan yang aku punya dan keindahan yang kau miliki. Kita menyadari bahwa pertemuan ini selalu tidak peduli akan tempat, waktu dan janji. Dan pertemuan ini adalah awal dari semua masalah yang pernah kita hadapi untuk tetap bertahan di keindahan ini. Kejadianya seperti mimpi buruk di malam hari. Tidak kusangka dan sungguh amat sulit untuk aku mempercayainya. Tetapi dengan berjalanya waktu yang berlalu aku pun mulai bisa menerima semuan kenyataan yang benar-benar terjadi pada keindahanku. dan aku takut jika tiba tiba teringat dengan kein...